08 Maret 2010

Pro Kontra Bunda Bekerja

Entah kenapa Bunda jadi ingin nulis dan posting tentang pro kontra perempuan yang bekerja (khususnya yang mempunyai anak). Mungkin, alasan Bunda tertarik nulis ini karena sedikit “terganggu” dengan persepsi X yang mempunyai pendapat bahwa full time mommy lebih baik ketimbang perempuan yang bekerja – seperti Bunda. Memang sih, X ini tidak menyatakan secara langsung ke Bunda, tapi dengan bahasanya ketika ngobrol kok “terasa” aneh di kuping Bunda.

Ok, memang tidak bisa dipungkiri, bahwa kehidupan Bunda akan berubah setelah adanya D’Luna. Bukan hanya urusan pekerjaan, pengasuhan D’Luna pun menjadi pertimbangan Bunda yang masih berstatus pekerja. Ada perasaan berat meninggalkan D’Luna yang masih mungil. Apalagi, selama cuti 3 bulan, D’Luna mewarnai hari-hari Bunda. Ekspresi tidur, senyum, kedipan dan sebagainya terus terlintas. Berat rasanya.

But, dengan kebulatan tekad 100% Bunda pun memutuskan untuk kembali bekerja. Tentunya, dengan melibatkan Ayah sebagai pengambil keputusan. Jika disimpulkan secara sederhana, alasan Bunda kembali bekerja adalah untuk finansial jangka panjang. At list, Bunda dan Ayah bisa menabung lebih “cepat” dan “banyak” dalam waktu yang singkat – misal mempunyai rumah sendiri sebelum D’Luna masuk ke tingkat pendidikan formal.

Tetapi, rasanya alasan itu saja tak cukup. Jujur, Bunda tidak semata-mata mengejar penghasilan ataupun jenjang karier. Bunda memutuskan bekerja untuk mengaktualisasikan diri sehingga kehidupan Bunda lebih berwarna karena mempunyai kehidupan social di luar urusan rumah tangga. Apalagi, Bunda berpikir “sayang” jika ilmun yang sudah Bunda dapat tidak diterapkan. Setidaknya, ilmu yang Bunda peroleh bisa diterapkan dan berguna bagi orang lain dan bisa meningkatkan kemampuan intelektual Bunda.

Dengan bekerja, Bunda mempunyai kesempatan untuk melatih kemandirian D’Luna sedini mungkin. Selain itu, Bunda pun bisa memberikan contoh nyata bahwa urusan rumah tangga tidak semata-mata tanggung jawab Bunda, Ayah pun ikut terlibat. Ini bisa dilihat ketika Ayah menggantikan Bunda mengerjakan pekerjaan rumah ketika Bunda terpaksa lembur atau tugas ke luar kota. Ini mencerminkan bahwa pengasuhan anak merupakan tanggung jawab bersama. Dan, Bunda berharap, kelak D’Luna bisa menilai bahwa perempuan bisa melakukan hal positif lainnya.

Tentunya, Bunda pun sadar bahwa keputusan untuk kembali bekerja memiliki konsekuensi. Bunda tidak bisa menyaksikan secara langsung beberapa milestone D’Luna. Bahkan, bisa saja terlewatkan. Tetapi, jauh dibalik itu semua, sebisa mungkin Bunda menyediakan waktu lebih untuk D’Luna – khususnya week end. Bagi Bunda, kuantitas kebersamaan Bunda dengan D’Luna tidak menjadi patokan. Bunda lebih mengutamakan kualitas. Lagi pula, menjadi full time mommy maupun merangkap sebagai ibu rumah tangga yang bekerja, sama baiknya. Keduanya mempunyai sisi kelebihan dan kekurangan, tergantung bagaimana menyikapinya. So, plis jangan membeda-bedakannya.

5 komentar:

  1. "Keduanya mempunyai sisi kelebihan dan kekurangan, tergantung bagaimana menyikapinya. So, plis jangan membeda-bedakannya".

    Setuju banget bun. Kadang sy suka gak ngerti kenapa hrs diributkan. Apalagi kalo sy lihat milis2, selalu ujung jd ribut besar. Padahal kita sama2 menghormati aja. Kan setiap rumah tangga itu berbeda2 masalah & kondisinya :)

    BalasHapus
  2. hhhmmmm....memang topik ini paling hot kalu diangkat ke forum ya, aku sih hanya bisa menyerahkan semua pada pemikiran masing2, seperti kata ke2nai, semua memiliki kelebihan dan kekurangannya, dan kedua2nya memilik peran yang penting di masyarakat, yg pasti tetap semangat ya Bun...

    BalasHapus
  3. iya benar, itu keputusan orangtua masing2. ada plus minusnya yang akan dihadapi dari tiap2 keputusan. baiknya saling menghormati saja.

    aku juga suka dengan kata2 yang mementingkan waktu yang berkualitas dengan anak. tiap ibu pasti tau yang terbaik buat dirinya dan anaknya:)

    BalasHapus
  4. Bagaimanapun nggak ada Bunda yang nggak mencintai anaknya. Mau bekerja atau tidak, pasti demi masa depan buah hatinya juga.
    Kalau saya sih, terusterang aja merintis bisnis juga untuk mempersiapkan menjadi bunda yang bisa bekerja dari mana saja dan kapan saja. Saya orangnya sulit bagi waktu sih :p

    BalasHapus
  5. hmmmm...fisa dirimu sibuk kerja jadi jurnalis tp masih sempet2nya ngurusin blog dan aktif nulis, padahal kerjaan pastinya udh seabreg2....karena gw merasakan hal demikian jadi jurnalis klo gak dibikin enjoy bisa bikin pala pusing. antara mengatur kerjaan, kegiatan diluar bekerja, ngurusin pacar (bentar lagi suami) dan main dengan teman-teman,hehehehe..waah salut juga sama dirimu...

    BalasHapus